Bingung Membuat Berita? Begini Lima Tahapan Dalam Membuat Berita
Bandung, (14/03/2021). DPW LDII Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Senkom Mitra Polri Jawa Barat mengadakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut dengan tema “Jurnalisme Cepat, Akurat, Positif, dan Berimbang”. Pemateri utama yakni Ketua Departemen Komunikasi, Informasi, dan Media DPP LDII, Ludhy Cahyana. Acara yang dilaksanakan secara daring ini diikuti sekitar 200 studio mini dan perorangan se-Jawa Barat.
Dalam pemaparannya, Ludhy mengatakan, masih banyak kelemahan para jurnalis dalam membuat berita. Terutama ada dua kelemahan menonjol yang sering ditemukan, yakni penggunaan tanda baca dan penulisan seperti laporan kegiatan.
“Jurnalis itu bertugas mendeskripsikan, eksplanasi yang memiliki arti harus ada kutipan narasumber, berupa pemikiran-pemikiran dari narasumber. Kalau ada yang tidak jelas dari nara sumber, maka tugas jurnalis untuk menjelaskannya,” paparnya.
Tak hanya sekedar menulis, imbuh Ludhy, ternyata menulis berita memiliki proses agar tulisan menjadi lebih baik, akurat dan menarik. Jika menggunakan data Global Digital Reports 2020 yang menyatakan jumlah pengguna internet sebanyak 175,4 juta orang dari 272,1 juta penduduk Indonesia, maka peran media sangat besar. Pasalnya, satu berita positif maupun berita negatif yang diunggah, akan dibaca banyak orang. Sehingga diharapkan perkembangan media harus memberikan pengaruh positif kepada pengguna agar menjadikan berita atau informasi sebagai ladang ilmu bagi pembaca.
“Berita negatif akan mempengaruhi cara berpikir banyak orang. Sebagai penulis berita, kita harus mengedukasi masyarakat dengan berita-berita positif, sehingga bisa menjadi ladang ilmu,” urainya.
Selain itu, Ludhy menjelaskan standar penulisan jurnalistik ada dua jenis yaitu straight news yang memiliki arti kejadian yang terjadi saat itu, dan feature news atau berita seperti cerpen karena memiliki unsur – unsur deskripsi, narasi, dan eksplanasi. Ditambah dengan jurnalisme sastra seperti feature tetapi bisa sampai berpuluh – puluh ataupun beratus – ratus halaman yang kisah atau plotnya berasal dari hasil wawancara, cara penulisannya seperti novel, berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Contoh jurnalisme sastra yaitu Jhon Harsey menulis tentang Hirosima di Majalah The New Yorker tahun 1946.
“Untuk peristiwa yang memiliki nilai berita, diantaranya keterkenalan tokoh atau prominance seperti public figure dari presiden hingga Ketua RT, Ketua RW, jumlah orang yang terlibat dalam peristiwa atau magnitude, promiximity geografis atau kedekatan suatu lokasi atau tempat kejadian karena yang dekat selalu menarik, promixity psikologis yaitu ikatan batin, unik, konflik, uang, dam kebijakan atau keamanan,” terangnya.
Beberapa tahapan menulis berita, menurut Ludhy, yang pertama riset yaitu menyelidiki atau meneliti suatu masalah untuk mengumpulkan data, kedua wawancara dengan narasumber agar mendapatkan informasi secara langsung dalam wawancara terdapat beberapa unsur yaitu 5w + 1h (what, who, where, when, why, how), ketiga menulis berita .
Ludhy juga merinci langkah penulisan berita langsung atau straight news. Pertama, membuat angle atau sudut pandang berita yang berfunsi sebagai arah tulisan atau berita, menunjukan kebijakan dan keberpihakan. Kedua membuat judul, tujuannya agar pembaca merasa penasaran, dapat diambil dari kutipan yang paling menarik, menggunakan clikbait tanpa unsur kebohongan dengan sekreatif mungkin. Ketiga, membuat lead, dapat menggunakan elemen 3W yang paling menarik dari 5W, atau menggunakan angka dan data, dan beropini berdasarkan fakta atau jurnalis intepretatif, yang terdiri dari 2-3 kalimat.
“Keempat membuat tubuh berita yang merangkai 5W + 1H, dan diantara paragrap satu dengan yang lainnya itu harus berkaitan. Untuk peralihan antar narasumber menggunakan kalimat penghubung. Langkah kelima membuat penutup, berupa kesimpulan yang menohok dan lugas, agar meyakinkan para pembaca. Cara ini bisa menjadi pedoman penulisan, terutama pada jurnalis pemula agar menjadi penulis yang berkualitas,” pungkasnya. (indah)