Kerja Bakti LDII Karawang, Upaya Nyata untuk Melestarikan Sungai Citarum
Karawang, 10 Agustus 2024 – Menyadari pentingnya menjaga kelestarian Sungai Citarum, pada hari Sabtu 10 Agustus 2024, LDII Karawang bersama masyarakat setempat bersinergi dalam program “Citarum Harum.” Program ini bertujuan tidak hanya untuk membersihkan sungai dari limbah, tetapi juga untuk mengembalikan fungsi ekologisnya, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua DPD LDII Karawang, H. Rahmat, didampingi oleh para Wakil Ketua, Dedi Surnadi dan Hadian, Sekretaris DPD, Hendra, serta berbagai bidang DPD LDII lainnya. Mengingat pelaksanaan kegiatan berada di wilayah Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur, acara ini turut didampingi oleh Babinsa Wadas, Waili Mindra. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa bangga dan syukur dapat berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan.
“Saya merasa bangga dan bersyukur dapat berdiri di sini bersama Bapak/Ibu semua untuk berkontribusi dalam menjaga dan melestarikan lingkungan kita. Citarum adalah salah satu sungai terpenting di Indonesia, yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Namun, kita semua tahu bahwa saat ini Citarum menghadapi berbagai tantangan, mulai dari pencemaran hingga kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, program Citarum Harum ini sangat penting untuk kita dukung dan laksanakan bersama,” ungkapnya.
Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga kebersihan dan kelestarian sungai, dengan melakukan aksi nyata seperti membersihkan sampah, menanam pohon, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. “Setiap langkah kecil yang kita ambil akan memberikan dampak besar bagi keberlangsungan hidup kita dan generasi mendatang,” tambahnya.
Babinsa Wadas juga mengingatkan bahwa keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada pemerintah atau instansi tertentu, tetapi membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. “Mari kita tingkatkan kesadaran dan kepedulian kita terhadap lingkungan, agar Citarum dapat kembali bersih dan berfungsi dengan baik,” tutupnya.
Sungai Citarum sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Sungai yang mengalir sepanjang hampir 300 kilometer ini merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat dan telah menjadi ikon Tatar Sunda sejak lama. Sejarah mencatat bahwa Citarum menjadi pusat peradaban Kerajaan Tarumanegara, kerajaan Hindu yang berkuasa pada abad ke-4 hingga ke-7. Bukti adanya aktivitas permukiman di bagian hilir sungai sejak abad ke-1 semakin menegaskan betapa pentingnya Citarum dalam kehidupan masyarakat pada masa lalu.
Namun, meskipun memiliki nilai historis yang tinggi, kondisi Citarum saat ini sangat memprihatinkan. Sungai yang dulu menjadi kebanggaan karena kejayaannya kini mengalami pencemaran berat, rusak, dan sering menjadi penyebab bencana alam seperti banjir. Bahkan pada tahun 2013, Green Cross Switzerland dan Blacksmith Institute melabeli Citarum sebagai salah satu tempat paling tercemar di dunia.
Penyebab utama kerusakan Citarum adalah penumpukan sampah dan tingkat sedimentasi yang tinggi. Sampah yang mencemari sungai menghambat aliran air dan meningkatkan risiko banjir. Kondisi ini diperparah dengan pendangkalan akibat material sedimen yang menumpuk di dasar sungai.
Dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah telah berupaya melakukan berbagai program pembenahan, mulai dari Citarum Bergetar pada tahun 2000 hingga 2003, hingga Citarum Bestari yang dimulai pada tahun 2013. Namun, kedua program tersebut belum memberikan hasil yang optimal.
Pada tahun 2018, di bawah dorongan langsung Presiden Joko Widodo, diluncurkan program baru bernama “Citarum Harum.” Program ini menitikberatkan pada pemulihan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, meliputi pemulihan kualitas air, penertiban tata ruang, pemanfaatan sumber daya air, dan lainnya.
Sungai Citarum, yang mengalir melalui jantung Pulau Jawa, bukan hanya sekadar aliran air yang membelah tanah, tetapi juga saksi bisu perjalanan sejarah, budaya, dan kehidupan masyarakat yang mengandalkannya. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, Citarum telah menghadapi tantangan besar akibat pencemaran dan kerusakan ekosistem yang mengancam keberlanjutan sumber daya alam ini.
(KIM/Karawang)