HukumNasionalNews

Ketum DPP LDII: Di Usia ke-64, Kejaksaan Membantu Demokrasi Tetap pada Jalurnya

Jakarta (22/7). Ciri utama demokrasi adalah supremasi hukum yang ditegakkan tanpa pandang bulu, dan Kejaksaan Agung merupakan tangan pemerintah dalam menegakkan supremasi hukum sekaligus menjaga demokrasi tetap pada relnya.

Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, terkait peringatan Hari Ulang Tahun ke-64 Kejaksaan RI atau Hari Bhakti Adhyaksa, “Demokrasi hari ini menemui tantangan yang berat, seperti masalah politik uang atau korupsi elektoral yang melahirkan keterpilihan bukan keterwakilan. Rentetan korupsi elektoral bisa berimbas pada korupsi pembangunan,” tegas KH Chriswanto.

Pada sisi lain, kehidupan sosial kemasyarakatan menghadapi problematika terkait masalah pelaku kejahatan yang kian brutal dan sistematis, “Pengaruh film dan tekanan ekonomi, menghadirkan kejahatan yang tak pernah terbayangkan ada di Indonesia. Seperti pembunuhan berantai, kanibalisme, penculikan dan pemerkosaan. Kejahatan itu hanya kita tonton di film, kini tampak nyata dalam realitas masyarakat,” paparnya.

Penuntutan kejahatan kerah putih atau kejahatan di dalam tubuh pemerintahan seperti korupsi dan kriminalitas, menjadi area Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri, “Pada usia yang ke-64, Kami mengapresiasi dan mendukung profesionalitas Kejaksaan di berbagai tingkatan. Akhir-akhir ini makin banyak kasus-kasus besar yang diungkap termasuk kasus korupsi di PT Timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun,” tegas alumni Teknik Perkapalan ITS dan Newcastle University itu.

Menurut KH Chriswanto, tema Hari Bakti Adhyaksa berupa “Akselerasi Kejaksaan untuk Mewujudkan Penegakan Hukum Modern Menuju Indonesia Emas” menemukan momentumnya. Kejahatan yang makin canggih dan sistematik menuntut Kejaksaan adaptif dengan berbagai hal, termasuk teknologi.

“Pemberantasan kejahatan hari ini, sangat mempengaruhi perjalanan hidup bangsa di masa depan. Kita tak ingin Indonesia Emas 2045, masih memiliki persoalan dengan hukum, sehingga sebagai bangsa besar kita tidak memperoleh kemajuan apapun karena hukum tidak ditegakkan sedari sekarang,” ulasnya.

KH Chriswanto mengapresiasi berbagai pencapaian Kejaksaan Agung di bidang hukum sekaligus menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia berpendapat, Kejaksaan tidak berkutat pada penuntutan, penindakan, namun juga pencegahan. Salah satunya, dengan mengedukasi masyarakat sehingga meningkatkan literasi hukum. Dengan masyarakat yang sadar hukum, pelanggaran hukum pun menjadi rendah.

“Kejaksaan Agung bahkan membuat kampanye “Jaksa Masuk Pesantren” atau disingkat “Jaksa Keren”. Kami mengapresiasi program tersebut, karena mampu meningkatkan Iiterasi hukum bagi para santri dan juru dakwah LDII. Dengan demikian, saat mereka terjun di tengah masyarakat bisa memahami hukum sekaligus menjauhi hukum,” tutur KH Chriswanto.

Menurutnya, program Jaksa Keren sangat berkaitan erat dengan program prioritas LDII, yang kebangsaan. Dengan wawasan kebangsaan yang kuat, warga LDII dipastikan menciptakan suasana aman, tertib, dan kondusif, “Mereka yang rendah wawasan kebangsaannya bisa dipastikan tidak menyukai suasana aman dan tertib,” tegasnya.

Senada dengan KH Chriswanto, Ketua DPP LDII Ibnu Anwarudin mengatakan, kinerja Kejaksaan Agung menjadi barometer pemberantasan korupsi. Mereka mampu menangani kasus-kasus besar yang sorotan publik, “Selain PT Timah, Kejaksaan Agung berhasil mengungkap korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang melibatkan kerugian negara hingga triliunan rupiah,” ungkap Ibnu.

Penanganan kasus tersebut menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang merugikan negara dan masyarakat. Ibnu juga menyoroti peran aktif kejaksaan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat seperti peristiwa Trisakti dan Semanggi, serta pelanggaran hak-hak terhadap minoritas.

Secara khusus Ibnu Anwarudin menyoroti peran penting dan strategis kejaksaan, untuk mencegah konflik dengan memantau situasi yang berpotensi menimbulkan ketegangan antar pemeluk agama. Melalui intelijen dan koordinasi dengan aparat keamanan lainnya, Kejaksaan dapat memberikan rekomendasi untuk tindakan pencegahan.

“LDII sebagai Lembaga dakwah keagamaan berperan membina umat, khususnya dalam hak beribadah, hak mendapatkan pendidikan keagamaan, serta hak-hak lainnya yang dilindungi undang-undang. Kerja sama antara LDII dengan Kejaksaan juga terus dibangun secara intensif,” imbuh Ibnu. Ia berharap komunikasi antara LDII dan Kejaksaan terus ditingkatkan seputar kegiatan keagamaan, kegiatan bakti sosial dan kemanusiaan. Termasuk juga kegiatan penyuuhan hukum di para santri di lingkungan LDII dalam kegiatan Jaksa Masuk Pesantren.

Dalam momen Peringatan Hari Adhyaksa ke-64, LDII sangat mengapresiasi kontribusi dan dedikasi para jaksa dalam menjaga tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia. “Dengan semangat Bhakti Adhyaksa, diharapkan kejaksaan terus memperkuat komitmennya dalam menjalankan tugas dengan integritas dan profesionalisme tinggi, demi terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera, guna mengawal terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045,” tutup Ibnu.