Ponpes Al Ubaidah: Hari Santri Ingatkan Umat Islam Atasi Kemiskinan, Kebodohan, Keterbelakangan
LDIIJabar.or.id, Nganjuk – Memperingati Hari Santri, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ubaidah, Habib Ubaidillah Al Hasany bertindak sebagai pembina upacara, mengatakan keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan menjadi tantangan besar umat manusia. Ia mengingatkan para santri memiliki tugas besar dalam mengatasi berbagai persoalan itu.
Hal tersebut diungkapkan di depan 300 santri saat upacara Hari Santri, di Ponpes Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, pada Sabtu (22/10), “Tema Hari Santri ‘Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan’ sangat relevan. Ini menjadi tugas para santri dan juga umat manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebab saat ini, nilai-nilai kemanusiaan rendah akibat berbagai persoalan. Ini juga menjadi tugas para santri,” ujar Habib Ubaid.
Di depan ratusan santri, ia membacakan pula sambutan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, untuk peringatan Hari Santri 2022, “Santri dalam kesejarahannya selalu terlibat aktif, dalam fase perjalanan Indonesia. Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak,” kata Habib Ubaid membacakan sambutan Menteri Agama tersebut.
Santri dengan berbagai latar belakangnya, siap mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara. Menurut Menteri Agama Yaqut, meskipun para santri kini mampu berkiprah di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta politik, namun santri harus tetap mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya.
“Menjaga martabat kemanusiaan adalah satu tujuan diturunkannya agama di muka bumi. Tidak ada satupun agama yang menyuruh pemeluknya untuk melakukan tindakan yang merusak harkat dan martabat manusia,” ujar Habib mengutip Menag.
Usai upacara Hari Santri, Habib Ubaidillah menekankan tantangan masa depan adalah bagaimana para santri, mampu memecahkan berbagai persoalan umat, “Dengan kecerdasan intelektual dan spiritual, para santri harus dibentuk sebagai insan yang profesional religius,” ujarnya. Menurutnya, insan yang profesional religius adalah para santri yang alim-fakih, memahami ilmu agama sekaligus mengamalkannya. Kemudian ia menjadi pribadi yang berakhlak mulia, dan terakhir mandiri.
Ia mengatakan Ponpes Al Ubaidah yang bermitra dengan LDII, terus membenahi kurikulumnya. Agar para santri tidak hanya ahli dalam agama saja, tapi juga berkontribusi dalam pembangunan. Ia menyontohkan, upacara Hari Santri diikuti para santri dengan memakai sarung, baju koko, batik, ada yang sarungan, bahkan terdapat para pesilat dan petugas keamanan.
“Kami mengajarkan manusia tidak sama, berbeda-beda agama dan keyakinan. Ini semua menunjukkan kebhinekaan Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan sikap toleransi dan saling menghargai,” tutur Habib Ubaidillah.
Ditemui secara terpisah, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan Hari Santri merupakan momentum kebangkitan umat Islam di segala bidang, “Para santri sejak era pergerakan nasional hingga revolusi fisik, memiliki andil yang besar dalam sejarah bangsa. Nilai-nilai perjuangan sebagai agen perubahan yang positif harus tetap dilestarikan oleh para santri,” tutur KH Chriswanto saat ditemui seusai pembukaan Festival FORSGI Piala Kemenpora di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, pada Sabtu (22/10).
Ia mengatakan, potensi santri dan pondok pesantren bila dikelola dengan baik, bangsa Indonesia bisa menjadikannya modal pembangunan masa depan, “Santri memiliki kecerdasan dan kesalehan sosial, ini berbeda dengan generasi pada umumnya yang lebih mementingkan duniawi. Dengan terus menanamkan nilai-nilai kebangsaan, mereka akan menjadi modal Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.
Di LDII, menurut KH Chriswanto, terdapat slogan “sarjana yang muballigh dan muballigh yang sarjana”. Slogan ini diwujudkan dalam bentuk pendirian Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) dan Pondok Pesantren Pelajar dan Mahasiswa (PPPM). Dengan model pendidikan boarding school terebut, LDII menciptakan santri intelektual, yang memiliki kepahaman agama yang kuat, berakhlak mulia, dan mandiri.